- Published on
Refleksi 3 (2,5) Tahun Asrama Beasiswa Program Mahasiswa Cerdas Baznas(Bazis) DKI Jakarta
- Authors
- Name
- Muhamad Hamdan Fadhillah
- @HamdanFadh
Sejak SMP saya punya banyak sekali impian yang ingin saya capai di masa depan, meskipun impian itu cukup berlawanan dengan impian-impian yang lain. Sesampainya masuk ke SMA yang diinginkan, saya mencoba untuk aktif di beberapa ekstrakurikuler, mulai dari Silat, Pramuka, dan ekskul keagamaan. Saat itu ada satu momen pembinaan di dua ekskul berbeda, dengan satu pesan yang sama, cukup mendalam dan cukup meyakinkan, yaitu tentang menulis mimpi. Saat itu pemateri tersebut memutar video (yang mungkin ga begitu asing) tentang penulisan 100 mimpi, video Mas Danang A. Prabowo. Kemudian terpancing untuk mencatat apa saja keinginan seluruh impian saya di catatan saya, mulai dari hal yang sederhana sampai yang menurut saya cukup sulit untuk dilakukan. Diantara impian itu, salah satunya adalah impian untuk lanjut SMA/Sekolah di tempat yang basisnya boarding/asrama. Alasannya cukup klasik, mau belajar di lingkungan baru di luar lingkungan rumah agar dapat pengalaman baru & belajar disiplin. Selang beberapa lama, satu persatu impian yang ditulis itu diijabah. Salah satu yang diijabah Allah adalah “hidup di Asrama dengan lingkungan yang positif dan mendukung”.
Di bulan Mei 2018 kalau ga salah, saya mendengar kalau Baznas(Bazis) DKI Jakarta (saat itu masih Bazis DKI Jakarta) membuka program beasiswa berasrama (Program Mahasiswa Cerdas/PMC) untuk periode 3 tahun. Saya dapat info itu dari teman baik saya, Alifudin. Tetapi, saya mendapatkan info itu ketika pendaftaran hampir tutup H-2 dan semua berkas administrasi belum disiapkan sama sekali. Akhirnya, saya membatalkan niat untuk mendaftar program itu karena terlalu mepet, tapi untuk urusan administrasi yang sekiranya dibutuhkan tetap lanjut dilengkapi. Siapatau ada program yang sejenis. Qadarullah, di bulan Oktober/November, dapat kabar kalau PMC buka lagi untuk cadangan. Saya cobalah daftar. Selang waktu beberapa minggu kalau ga salah, di Hari sabtu, saya tiba-tiba dihubungi Ketua BEM UNJ 2017. “Wah ada apaan nih??”. Woh, ternyata follow up pendaftaran PMC. Saya diminta datang ke kantor Maxima Sekitar Cibubur untuk wawancara.
Hari itu hari Senin, sekitar awal Desember 2018, pulang kuliah, saya langsung ke Cibubur. Kondisinya saat itu hujan, cukup deras, jadi saya naik TJ ke lokasi. Di wawancara pertama, saya diwawancari oleh Bang Fahrizal (Bang Aming). Ditanya segala macam, tentang aktivitas selain kuliah dan test baca qur’an + hafalan. Selang beberapa hari kemudian, saya diminta untuk ke ke Cibubur lagi untuk wawancara sedikit dan menyerahkan berkas. Ternyata orang yang mewawancarai saya ka Tasyah. Cukup kaget juga karena dulu sekitar 2017 awal masuk kuliah, pernah ikut program Pionir Muda. Salah satu pengisi program itu, ka Tasyah. Waktu ngecek dokumen saya, ka Tasyah pun notice tentang itu.
Mulai Kenalan, Terbiasa dengan Kebiasaan Asrama
Beberapa hari setelah wawancara, Alhamdulillah ternyata saya dikabarkan lolos seleksi dan wajib tinggal di asrama selama program beasiswa berlangsung. Waktu itu saya kira, asramanya ada di sekitaran UNJ di daerah rawamangun, ternyata asramanya ada di daerah Prumnas Klender wkwkwk. Lumayan lah jaraknya mirip-mirip kaya dari rumah di priok ke kampus.
Waktu itu saya dikirim alamat asrama oleh Bang Miqdad, malamnya saya langsung meluncur ke asrama. Sempet nyasar karena pertama kali ke daerah itu dan daerah itu gangnya banyak banget. Udah gitu nyasarnya malem-malem lagi, jam 10an malam, tapi akhirnya sampe juga. Sesampainya di asrama, cukup berbeda ekspektasi dengan realitanya hehe. Kirain saya bentukan asramanya itu mirip-mirip “asrama kampus” gitu, tapi ternyata bentuknya itu lebih mirip rumah (lah emang rumah).
Sesampainya di asrama saya salam lah, “Assalamu’alaikum”, entah saya ga dengar atau emang engga dijawab, jadi saya tetap di luar. Terus saya salam lagi “Assalamu’alaikum”, di jawab lagi “Wa’alaikumussalam”. Saya tetep masih di luar, sungkan karena belum diminta masuk. Masih tetap nunggu lama di depan pagar, “Ini udah boleh masuk belum sih?”. Saya ingat sekali, waktu itu ada Farhan yang keliatan dari luar dan dia sempet ngeliat saya juga, tapi kok perasaan diem aja. Yaudah, saya coba salam lagi, baru Bang Miqdad jawab terus bilang “Masuk dann…”. Okeeh dibolehin masuk wkwkwk. Langsung kenalan lah sama warga asrama. Orang pertama yang dikenal itu (selain Alifudin dan Bang Miqdad) Farhan, terus setelah itu ada yang muncul pakai sarung, Ihsan. Ihsan ini pas kenalan udah bisa dikenalin khasnya dia itu senyuman nyengirnya. Setelah Farhan, ihsan, terus ternyata ada Dapid, kenal dari program Pionir Muda juga. Malaman lagi, ternyata ada Taufiq datang, saya sama Taufiq pernah satu UKM kampus. Barengan terus pas ospek UKM. Kita berdua barengan juga di UKM itu, barengan ga lanjut UKM itu heheh. Di malam itu saya kenalan sama anak asrama lainnya, Alfariji yang jago gambar, Faris yang seneng bisnis, Faqih yang receh tapi syaikh hafidz 30 juz, Bayu atlet petanque, dan Idham calon anggota legislatif masa depan. Setelah kenalan, tidur lah saya di malam pertama di asrama itu. Yaa karena belum ada kasur, jadi saya masih tidur di lantai beberapa hari hehe. Jadi, satu asrama ini diisi 11 penerima manfaat (Alifudin, Faqih, Ihsan, Farhan, Dapid, Idham, Taufiq, Faris, Bayu, Alfariji, dan Saya) + 1 Pendamping (Bang Miqdad) + 1 Kucing Asrama (Qiliq). Kalau full team, kadang rebutan kamar mandi.
Satu pekan tinggal di asrama, saya udah tau karakter khas masing-masing penghuni. Ada yang dewasa, receh, aktivis banget, gas terus, skip, segala macem deh. Cukup terbiasa dengan pembinaan pagi + sharing pagi dan program tahsinnya. Ini yang membuat kenapa saya dari dulu mau berasrama, Pertama ngelatih mandiri. Kedua, belajar disiplin. Ketiga, ada pembinaan atau program atau sharing ilmu yang ga biasa dilakuin atau ga bisa didapatkan kalau engga asrama. Dan mungkin masih ada lagi. Di awal-awal masa ini juga saya paham, ga semua orang bisa dapetin salah satu previlage ini dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin dengan proses + output yang baik jua. Udah gitu semua fasilitas, manfaat yang diterima, didanai sama Baznas(Bazis) DKI Jakarta. Which Mean “Duit Umat” (Bang Aming Sering banget nyentil ini). Skip.. Selang beberapa pekan juga, kalau engga salah ada pembinaan di Asrama PMC kampus UI-PNJ di daerah Kukusan, Depok. Ya, pembinaannya waktu itu terkait zakat. Ilmu baru lagi yang mungkin ga bisa didapetin di tempat lain tanpa, kecuali karena inisiatif diri. Di pembinaan ini Bang Aming juga kalau engga salah nyentil kami-kami penerima manfaat PMC kalau yang mengalir di darah kami mulai sekarang adalah uang umat.
Ikut program PMC ini engga cuma ilmu yang didapat, tapi juga pengalaman seru juga. Baru 3 bulan saya di Asrama, kami satu asrama Rihlah (Jalan-jalan) ke Bandung. Tapi sayangnya ada 4 orang yang engga ikut, Alfariji, Faris, Bayu, dan di detik-detik terakhir keberangkatan, Idham yang berhalangan. Kami ber-8 naik kereta dari Stasiun Senen ke Stasiun Kiaracondong. Sesampainya di Bandung, kami langsung ke destinasi pertama yang terdekat, Tahura (Taman Hutan Raya Djuanda). Di sana liat yang hijau-hijau dulu di hutan. Nah, di tahura ini kami foto-foto lah, sampai dapat foto yang bikin ketawa sendiri kalo diinget.
Di Tahura ini katanya ada curug, gua belanda dan gua jepang. Jalan lah kami semua karena kami “penasaran” dan kami belum pernah ada ke tahura sebelumnya. Tujuan pertama kami gua belanda. Ketika kami sampai di pintu masuk gua, kami diharuskan memakai senter untuk masuk ke gua karena gelap. Kami ga ada yang bawa senter. Kami awalnya mau masuk dengan senter yang ada di HP, tapi ternyata engga boleh. Nah di depan pintu gua ada guide + penyewaan senter. Ya mau ga mau nyewa lah senter & guide-nya. Kami masuk sambil guidenya menjelaskan. Katanya gua ini pernah dipakai buat PLTA, militer, dan penjara. Nah tiba-tiba antara Alifudin, Faqih, atau Bang Miqdad ada yang cengesan denger itu. Soalnya ga ada bentukan penjaranya sama sekali wkwk. Jadi mirip dibuat-buat gitu ceritanya. Kalau bekas PLTA atau stasiun radio militer masih ok lah, karena ada bekasnya. Cuman kalau penjara, kami ketawa-ketawa kecil. Nah akhirnya gua belanda ini jadi jokes internal asrama kami. Selain karena cerita yang mirip dibuat-buat, sewa senter + jasa guidenya juga cukup tidak murah wkwkwk. Tapi kami niatin ulang itung-itung sedekah laah..
Setelah dari gua belanda, kami tanya tuh curugnya sebelah mana. Katanya ada di belakang gua, ok kami jalan semua. Ketika menuju curug sana, kok perasaan ga sampai-sampai. Akhirnya kami balik lagi karena kondisinya sudah sore. Kami lanjut ke gua jepang yang engga begitu jauh. Di perjalanan, kami masih kebayang jokes tentang gua belanda itu dan ketawa-ketawa di jalan. Sesampainya di gua jepang itu, kami makin ketawa lagi karena ternyata guanya kecil dan ga sepanjang gua belanda, agak lebih mirip mihrab masjid ukuran titan ymir. Lalu kami pulang ke tempat kami menginap. Kami di bandung engga pesan penginapan karena apa? Kami bakal nginap di Masjid Darut Tauhid. Hematt + Insya Allah Barokah hehe. Setelah itu kami ke tangkuban perahu dan karena asrama kami dinamakan kerajaan malaka, simbolnya perahu, kami juga ke situ patenggang untuk berlayar di situ. Supaya matching sedikit jalan-jalannya hehe.
Kami juga pernah ikut membantu paud dan program lansia posyandu. Kami melakukannya ketika bulan puasa 2019 di Rusunawa Cipinang Besar Selatan. Seluruh asrama ikut di acara ini, asrama UNJ, UI-PNJ, Polmed-APP, UIN, dan asrama putri. Kami semua bagi-bagi tugas, ada yang membantu untuk menghandle lansia, ada yang menghandle anak-anak, lalu ada yang menjadi dokumentasi. Di acara itu juga kami diminta Baznas(Bazis) untuk membagikan bingkisan lebaran untuk warga yang ikut acara tersebut. Setelah itu, kami berbuka bersama di Mall Bassura.
Di program ini, kami selalu dikumpulkan seluruh asrama untuk pembinaan gabungan satu bulan sekali. Materinya macam-macam tidak selalu mengenai zakat atau keislaman. Bahkan ilmu tentang green lifestyle dan design thinking juga kami dapatkan ketika pembinaan ini. Selain pembinaan ini memang berguna banget di kedepannya, pembinaan ini juga sebenarnya sindiran halus dari para pendamping asrama, hehehe. Misalnya pembinaan tentang green lifestyle itu sesungguhnya supaya asrama tetap bersih, terutama buat asrama laki-laki hehehe.
Selain itu kami juga diperbolehkan untuk menggunakan uang insentif yang diberikan Baznas(Bazis) untuk menunjang kuliah kami. Ada yang mengambil kursus, ada yang membeli fasilitas kuliah, ada yang digunakan untuk lomba. Saya pribadi mengajukan kursus sekolah pemikiran islam (karena cari ilmu agama dan sedikit bersinggungan dengan sosiologi agama) bersama dengan Idham, lalu ketemu mba baity dan mengajukan fasilitas kuliah.
Dapat Teman Satu frekuensi dan Lomba Bersama
Di asrama itu sayang banget kalau engga ada apa-apa, apalagi kalau kuliah pulang-kuliah pulang ke asrama. Akhirnya kami sempat mengajar di TPA masjid dekat asrama kami, tapi hanya beberapa bulan saja karena kesibukan kami masing-masing. Di tahun ini juga saya berniat untuk membuat sesuatu atau ikut lomba. Awalnyas saya coba dengan Taufiq untuk ikut lomba, cuman karena terkendala sesuatu, lomba itu batal diikuti. Kemudian saya coba ngobrol-ngobrol dengan Dapid, Dapid punya ide tapi ide itu engga dilanjutin karena terkendala SDM dan cukup membutuhkan effort yang lebih. Singkat cerita, Dapid juga cerita tentang temen-temennya yang agak dibatasi karena ikut paket C atau engga ikut sekolah formal. Cerita ini yang kemudian nge-brainstorm kami berdua sampai akhirnya ketemu konsep yang dijalanin di project Fakultee. Karena backgroud kita berdua berbeda, dia manajemen dan saya di jurusan pendidikan, jadi ide ini cukup matang untuk divalidasi.
Singkat cerita, kami berdua fix untuk ngebuat fakultee ini. Kami cari resourse tambahan untuk ngebantu masalah keuangan. Karena project ini butuh biaya juga. Di bulan Juli 2019, kami coba untuk pertama kalinya ikut lomba internal kampus. Ide kami ditolak dan kami kalah. Di bulan September, kami coba lomba di IPB, saingannya dari UGM, UB, IPB. Yaa poinnya kami cukup minder lah untuk menang, lolos di seleksi awal aja sudah alhamdulilah awalnya. Tapi tapi tapi, Alhamdulillahnya, ide yang kami bawa ternyata menarik bagi dewan juri. Alhamdulillah, kami dapat pendanaan pertama dari hasil juara satu lomba di IPB Business Festival.
Kalau di IPB itu lomba dari aspek bisnis, di bulan Oktober saya mencoba untuk membawa Fakultee lomba dalam aspek pendidikan dan sosial dari Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi (APPSANTI) di Lombok. Nah, Alhamdulillahnya ide Fakultee mendapat juara tiga di lomba tersebut. Kemudian, bulan November kami lomba lagi untuk mencari pendanaan di UNDIP Ecopreneur. Di awal-awal lomba ini, kami tadinya beranggapan udah lolos aja alhamdulillah. Kenapa? Karena mental inferior masih ada dalam diri kami, selain lombanya cukup besar dari segi acara, pesertanya juga dari kampus yang dengar namanya aja, kadang universitas lain udah ciut duluan. Padahal harusnya biasa aja. Di lomba itu, alhamdulillah saya, dapid, dan teman satu tim lainnya lolos 10 besar. Alhamdulillahnya lagi, kami juara dua dan dapat pendanaan yang lumayan besar.
Asrama Be-tingkah
Asrama itu lumayan penuh drama. Biarpun kami lelaki semua, dramanya tetep ada. Itu terjadi karena karakter masing-masing dari kita beda-beda. Ada yang apik, ada yang enjoy, ada yang gercep, ada yang menikmati waktunya dengan sangat-sangat menikmati. Di asrama ini yang paling sering jadi drama adalah piring bekas makan, piket, kamar mandi, dan yang cukup sering adalah drama uang makan yang telat turun. Bahkan ketika kami pindah asrama ke daerah rawamangun muka pun ada drama. Ada yang barangnya ga di rapiin, ada yang barangnya ketinggalan, dan yang cukup kasian adalah rebutan kamar.
Ketika kami pindahan, ada dua orang yang engga ada di Jakarta, ada Idham & Ihsan. Asrama kami yang baru agak lebih kecil dibanding asrama yang lama. Jumlah kamarnya sama, tapi lebih kecil. Berhubung pembagian kamar itu siapa cepat dia dapat, Idham dan Ihsan engga kebagian ruangan. Akhirnya mereka berdua tidur di ruang tamu yang dibikin jadi kamar tidur tanpa pintu.
Tingkah anak asrama yang absurd itu biasanya muncul ketika uang makan telat turun. Kami kadang patungan untuk beli air galon dan makanan. Cari yang paling hemat tapi bisa dimakan ramai-ramai. Biasanya ini terjadi ketika pagi atau malam hari. Makanan yang paling sering dibeli adalah Soto. Soto ini selalu dibeli Dapid karena Dapid emang pengennya soto, murah, dan bisa dimakan ramai-ramai sampai besok paginya. Yang jadi masalah adalah kami dalam 7 hari bisa makan soto 6-7x karena sering banget makan malam itu yang beli Dapid. Kadang situasi itu diselamatkan Faqih kalau dia bawa makanan buat anak-anak asrama dari rumahnya. Kami bahkan pernah “konser” teriak-teriak lapar karena uang makan belum turun. Yang paling sering dan yang paling totalitas adalah ihsan. Dia sampai ketok-ketok panci ketika “konser”. Astaghfirullah.
Kalau diingat-ingat sebenarnya cukup banyak pengalaman berharga nan absurd selama asrama 3 tahun ini (1 tahun 6 bulan asrama sebenarnya karena coronce). Mulai support dari Baznas(Bazis) berupa pembinaan berkaitan tentang zakat dan berupa fasilitas juga sampai pembinaan dan pendampingan dari Maxima lewat kayak-kakak pendamping (Bang Aming, Mba Bai, Bang Miqdad, Bang Rofiq, Bang Afif, Bang Kays, Ka Fitri, Ka Ale, Bang Ghazy, Ka Laila). Program ini akhirnya menyesuaikan karena pandemi Covid-19, mulai dari asrama ditiadakan sampai berubah konsep pembinaan. Di tahun terakhir program ini, penerima manfaat PMC sebenarnya diminta untuk implementasi apa yang udah di terima 1 atau 2 tahun sebelumnya. Entah itu ilmu atau pengalaman.
Terima kasih untuk semuanya. Semoga semua yang terlibat dalam program ini selalu diberikan keberkahan dan mudah-mudahan silaturahim selalu terjalin meski program ini usai.